fbpx

Saat jadi orang tua, kita pasti ingin memberikan yang terbaik buat anak. Tapi tanpa sadar, ada kalanya pola asuh kita terlalu ketat, yang dikenal dengan istilah strict parents. Nah, sebenarnya apa sih strict parents itu? Apakah pola asuh ini baik atau justru bisa berdampak buruk untuk tumbuh kembang si kecil? Yuk, kita bahas sama-sama di sini, Ma!


Apa Itu Strict Parents?

Strict parents adalah sebutan untuk orang tua yang menerapkan aturan sangat ketat, disiplin tinggi, dan mengharapkan anak mengikuti semua perintah tanpa banyak kompromi. Pola asuh seperti ini biasanya minim komunikasi dua arah dan cenderung fokus pada aturan daripada perasaan anak.


Ciri-Ciri Strict Parents

Mama mungkin nggak sadar, tapi coba cek deh beberapa ciri berikut. Kalau sering dilakukan, bisa jadi Mama termasuk tipe strict parents:

  • Sering berkata “Pokoknya harus nurut!”
  • Mengatur hampir semua aktivitas anak
  • Jarang memberikan pilihan atau diskusi ke anak
  • Fokus pada hasil, bukan proses
  • Memberi hukuman keras saat anak melakukan kesalahan
  • Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang secara verbal

Baca Juga: Kenali Digital Parenting, Ini Penjelasannya!


Dampak Strict Parents pada Anak

Meskipun tujuannya baik, pola asuh terlalu ketat bisa memberikan beberapa dampak kurang sehat, Ma:

  • Anak menjadi penakut dan sulit mengambil keputusan
  • Rentan stres dan cemas
  • Lebih sering berbohong untuk menghindari hukuman
  • Sulit membangun percaya diri
  • Hubungan anak dan orang tua menjadi renggang

Menurut penelitian oleh Pinquart & Kauser (2018), pola asuh otoriter atau strict parenting berkaitan dengan meningkatnya risiko gangguan kecemasan dan rendahnya kepercayaan diri pada anak-anak dan remaja.

Baca Juga: 7 Tips Menerapkan Gaya Parenting yang Tepat untuk Anak


Penyebab Strict Parents Terjadi

Beberapa faktor yang membuat orang tua bersikap terlalu ketat antara lain:

  • Pengalaman masa kecil dengan pola asuh serupa
  • Ketakutan anak tumbuh jadi pribadi “bebas” tanpa arah
  • Tekanan lingkungan sosial atau keluarga besar
  • Kurangnya pemahaman tentang pola asuh positif

Strict Parents: Baik atau Buruk?

Kalau ditanya baik atau buruk, sebenarnya semua pola asuh ada plus minusnya, Ma. Disiplin memang penting, tapi kalau berlebihan dan tanpa ruang komunikasi bisa berdampak negatif.

Idealnya, Mama bisa menerapkan pola asuh otoritatif, yaitu tetap punya aturan jelas tapi diiringi kasih sayang, diskusi, dan pengertian. Anak butuh tahu batasan, tapi juga perlu merasa didengar.


Studi Tentang Strict Parents

Penelitian dari Baumrind (1991) membagi pola asuh jadi tiga:

  1. Otoriter (strict)
  2. Demokratis (authoritative)
  3. Permisif

Dari ketiganya, pola asuh demokratis terbukti paling efektif membentuk anak yang mandiri, percaya diri, dan bertanggung jawab, tanpa tekanan emosional berlebihan.


Tips untuk Mama

  1. Berikan pilihan untuk anak:
    Misalnya, pilih baju sendiri atau pilih menu makan siang. Anak merasa dihargai, Ma.
  2. Buat aturan bersama:
    Ajak anak diskusi soal aturan rumah, Mama tetap jadi penentu akhir tapi anak merasa dilibatkan.
  3. Tunjukkan kasih sayang setiap hari:
    Peluk, cium, atau sekadar bilang “Mama sayang kamu” bisa berdampak besar.
  4. Jaga komunikasi terbuka:
    Saat anak salah, dengarkan dulu alasannya sebelum memberikan konsekuensi.

Pentingnya Menyusui Langsung Saat Bersama Bayi

Ngomong-ngomong soal pola asuh, Ma, menyusui langsung juga bagian penting dalam membangun ikatan emosional sejak bayi. Menyusui bukan cuma soal nutrisi, tapi jadi momen komunikasi penuh cinta antara Mama dan si kecil. Kebiasaan ini membantu anak merasa aman, dicintai, dan membangun dasar kepercayaan yang kuat, yang nantinya memengaruhi cara dia berinteraksi saat besar nanti.


Jadi, Ma — strict parents memang punya niat baik, tapi kalau berlebihan justru bisa berdampak kurang sehat untuk tumbuh kembang anak. Yuk, mulai seimbangkan antara aturan dan kasih sayang, serta bangun komunikasi terbuka sejak kecil.

Dan jangan lupa, menyusui langsung saat bersama bayi tetap jadi langkah awal paling sederhana namun bermakna untuk membangun kedekatan emosional yang sehat.


Referensi:

  • Baumrind, D. (1991). The Influence of Parenting Style on Adolescent Competence and Substance Use. The Journal of Early Adolescence, 11(1), 56–95. https://doi.org/10.1177/0272431691111004
  • Pinquart, M., & Kauser, R. (2018). Do the associations of parenting styles with behavior problems and academic achievement vary by culture? Results from a meta-analysis. Cultural Diversity and Ethnic Minority Psychology, 24(1), 75–100. https://doi.org/10.1037/cdp0000149