fbpx

Hai, Mama. Setiap langkah pertama Si Kecil adalah momen yang tak terlupakan. Di tanah Jawa, ada sebuah tradisi turun-temurun yang istimewa untuk merayakan momen ini, yaitu Tedak Siten. Mungkin Mama pernah mendengarnya, atau bahkan berencana untuk melaksanakannya. Tedak Siten bukan hanya sekadar perayaan, Mama, tetapi sebuah upacara penuh makna dan doa untuk membimbing langkah Si Kecil di masa depan.


Apa Itu Tedak Siten?

“Tedak Siten” berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa: “Tedak” yang berarti turun, dan “Siten” atau “Siti” yang berarti tanah. Jadi, secara harfiah, Tedak Siten adalah upacara menjejakkan kaki ke tanah untuk pertama kalinya. Tradisi ini dilaksanakan ketika bayi berusia sekitar tujuh bulan dalam perhitungan Jawa (atau sekitar delapan bulan dalam perhitungan Masehi), yaitu ketika bayi sudah mulai mampu duduk, merangkak, atau bahkan mulai belajar berdiri dan melangkah.

Upacara ini merupakan bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesehatan dan perkembangan bayi, sekaligus doa agar Si Kecil selalu diberikan keselamatan, keberhasilan, dan kemandirian dalam menjalani kehidupannya kelak.

Baca Juga: 7 Manfaat Makan Bersama dengan Keluarga untuk Anak


Asal Usul dan Makna Budaya yang Mendalam

Tedak Siten adalah salah satu tradisi daur hidup masyarakat Jawa yang telah ada sejak lama, bahkan dipercaya berasal dari zaman Hindu-Buddha. Tradisi ini kaya akan filosofi dan nilai-nilai luhur. Setiap tahapan dalam upacara Tedak Siten memiliki makna simbolis yang mendalam:

  • Pijakan Kaki di Tanah: Melambangkan kesiapan anak untuk menapakkan kaki di bumi dan menghadapi kehidupan.
  • Tangga Tebu Wulung: Tebu melambangkan harapan agar anak tumbuh mandiri, kuat, dan bermanfaat seperti tebu. Warna wulung (ungu tua) melambangkan kemantapan hati. Anak yang menaiki tangga tebu ini diibaratkan sedang menaiki jenjang kehidupan setahap demi setahap.
  • Kurungan Ayam: Ini adalah simbol tantangan dan dunia yang akan dihadapi anak. Di dalam kurungan, diletakkan berbagai benda yang melambangkan profesi atau sifat tertentu, dan anak dibiarkan memilih salah satunya. Pilihan ini dipercaya sebagai gambaran minat atau bakat anak di masa depan.
  • Jenang Tujuh Warna: Jenang (bubur) ini melambangkan tujuh tahapan kehidupan yang akan dilalui anak, serta harapan agar anak selalu mendapatkan rezeki dan perlindungan.

Filosofi ini mengajarkan kita tentang bagaimana orang tua Jawa mempersiapkan anaknya tidak hanya secara fisik, tetapi juga mental dan spiritual untuk menghadapi masa depan.


Prosesi Upacara dan Tata Caranya

Meskipun ada sedikit variasi, prosesi Tedak Siten umumnya meliputi beberapa tahapan utama:

  1. Membersihkan Kaki Bayi: Kaki Si Kecil dibersihkan dengan air kembang, melambangkan kesucian sebelum menapaki kehidupan.
  2. Menginjak Jenang Tujuh Warna: Bayi dipandu untuk menginjak bubur tujuh warna, yang memiliki makna filosofis mendalam tentang perjalanan hidup.
  3. Naik Tangga Tebu Wulung: Bayi didudukkan di pangkuan orang tua dan dipandu untuk menaiki tangga yang terbuat dari batang tebu wulung.
  4. Berjalan di Atas Tanah yang Diberi Undakan Pasir: Melambangkan kemandirian anak dalam melangkah.
  5. Memasuki Kurungan Ayam: Ini adalah puncak acara yang paling dinanti. Bayi ditempatkan dalam kurungan ayam yang sudah dihias, di dalamnya terdapat berbagai benda seperti alat tulis, perhiasan, mainan, uang, dan lain-lain. Pilihan bayi terhadap benda tersebut diyakini menjadi petunjuk minat atau masa depannya.
  6. Memandikan Bayi di Air Kembang: Setelah keluar dari kurungan, bayi dimandikan kembali dengan air kembang setaman sebagai simbol membersihkan diri dan harapan akan masa depan yang cerah.
  7. Menyebar Udik-udik: Berupa uang logam dan bunga yang disebar sebagai wujud sedekah dan doa agar rezeki anak lancar.
  8. Potong Tumpeng: Sebagai simbol rasa syukur dan kebersamaan.

Doa dan Bacaan yang Dilantunkan

Selama prosesi Tedak Siten, orang tua dan sesepuh akan melantunkan doa-doa dan harapan baik untuk Si Kecil. Doa-doa ini umumnya berisi permohonan kepada Tuhan agar anak selalu diberikan kesehatan, keselamatan, kemudahan dalam menjalani hidup, menjadi pribadi yang berguna, berbakti kepada orang tua, dan mendapatkan keberkahan. Ada juga mantra atau ucapan tradisional yang mengandung harapan baik untuk masa depan anak.

Baca Juga: 5 Cara Merawat Gondongan pada Anak di Rumah


Perlengkapan dan Busana Tradisional

Perlengkapan untuk Tedak Siten sangat beragam dan penuh simbolisme:

  • Tangga Tebu Wulung: Batang tebu beruas tujuh.
  • Kurungan Ayam: Dihias dan diisi dengan berbagai benda.
  • Jenang Tujuh Warna: Berbagai jenis bubur dengan warna berbeda.
  • Wadah Air Kembang: Untuk membersihkan dan memandikan bayi.
  • Aneka Jajanan Pasar dan Buah-buahan: Sebagai sesaji dan hidangan.
  • Nasi Tumpeng: Nasi kuning berbentuk kerucut dengan aneka lauk pauk.
  • Udik-udik: Uang koin campur bunga.

Untuk busana, bayi biasanya mengenakan busana tradisional Jawa, seperti kebaya atau beskap mini, yang dirancang khusus agar nyaman bagi bayi. Orang tua juga seringkali mengenakan busana tradisional senada untuk menambah kekhidmatan acara.


Variasi Praktik di Berbagai Daerah

Meskipun Tedak Siten umumnya dikenal sebagai tradisi Jawa, ada sedikit variasi praktik dan nama di berbagai daerah. Misalnya, ada yang lebih menekankan pada pemilihan benda dalam kurungan, ada pula yang lebih fokus pada rangkaian doa dan sesaji. Namun, esensi dan maknanya tetap sama: merayakan langkah awal anak dan mendoakan masa depannya.


Tips Persiapan Keluarga untuk Tedak Siten

Melaksanakan Tedak Siten membutuhkan persiapan yang cukup. Berikut tips untuk Mama:

  1. Diskusikan dengan Keluarga: Bicarakan rencana ini dengan pasangan dan keluarga besar, terutama sesepuh, untuk memahami tradisi dan mendapatkan bantuan.
  2. Tentukan Tanggal: Pilih tanggal yang tepat, biasanya saat bayi berusia 7 lapan (7×35 hari) dalam kalender Jawa.
  3. Siapkan Lokasi: Bisa di rumah atau di tempat khusus, pastikan bersih dan nyaman.
  4. Pesan Perlengkapan: Ada penyedia jasa yang khusus melayani perlengkapan Tedak Siten jika Mama ingin lebih praktis.
  5. Libatkan Si Kecil dalam Persiapan: Meskipun ia belum mengerti, ajak ia berinteraksi selama persiapan agar ia terbiasa dengan suasana dan orang-orang.

Satu hal yang tidak boleh terlupakan, Mama, adalah pentingnya menyusui langsung (skin-to-skin) dan responsif selama prosesi ini. Terlepas dari keramaian acara, bayi baru lahir tetap membutuhkan ASI dan sentuhan hangat Mama. Jika Si Kecil menunjukkan tanda-tanda lapar atau gelisah, jangan ragu untuk menyusuinya, bahkan di tengah acara. Momen menyusui adalah kesempatan untuk menenangkan bayi, memberikan nutrisi terbaik, dan mempererat ikatan batin Mama dengan Si Kecil. Ini adalah salah satu bentuk dukungan terbaik yang bisa Mama berikan di setiap langkah kehidupannya.


FAQ: “Pada usia berapa idealnya melaksanakan tedak siten?”

Idealnya, upacara Tedak Siten dilaksanakan saat bayi berusia sekitar

7 lapan dalam perhitungan kalender Jawa, atau sekitar 7-8 bulan dalam perhitungan kalender Masehi. Ini adalah usia di mana bayi biasanya sudah mulai bisa duduk tegak, merangkak, atau bahkan mulai mencoba berdiri dan melangkah. Usia ini dianggap sebagai fase penting dalam perkembangan motorik anak, sehingga cocok untuk dirayakan dengan upacara menjejakkan kaki ke tanah.


Sumber Tepercaya:

  • [1] Wulansari, C. D. (2018). Makna Simbolik Upacara Tedak Siten dalam Masyarakat Jawa di Yogyakarta. Jurnal Komunikasi Budaya, 2(1), 1-15.
  • [2] Sudibyo, R. (2016). Filosofi Tedak Siten sebagai Kearifan Lokal Masyarakat Jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, 21(2), 123-134.
  • [3] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (n.d.). Tedak Siten. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/tedak%20siten
  • [4] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.). Upacara Tedak Siten. Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. (Informasi umum mengenai asal-usul tradisi Jawa).